Penyimpangan I’tiqad/Aqidah
Kedhzaliman yang paling dahsyat yang dilancarkan oleh KW-9 baik masa kepemimpinan Haji Abdul Karim, Haji Ra’is maupun kepemimpinan Abu TOTO adalah menciptakan Syirik. Berdasarkan data-data yang telah tertuang di atas dari beberapa kesaksian dan laporan para mantan pengikut Abu Toto, maka syirik yang diciptakan NII KW-9 kurun 1984-5 s/d 2002 sekarang adalah menyusun sistematika tauhid secara serampangan, dengan membaginya kedalam 3 substansi Tauhid, di antaranya ialah: Tauhid Rububiyyah, Tauhid Mulkiyyah, Tauhid Uluhiyyah tanpa dasar disiplin ilmu sedikit pun (sangat liar). Antara lain:
1. Menjadikan Tauhid Mulkiyyah, sebagai alat, alasan, isu (tema) sentral untuk menjadikan politik (pencapaian kekuasaan/kedaulatan) sebagai panglima dari pemikiran, kesadaran dan gerakan. Sehingga menimbulkan kerancuan, dan berakhir pada ketidak-ikhlashan, keluar dan menyebal dari disiplin ilmu yang telah baku dan standar. Oleh komunitas NII Tauhid Mulkiyah dijadikan isu (tema) sentral yang menekankan mutlak-absolutnya menghadirkan dan memiliki keimanan akan wajibnya mencari dan menghadirkan Kerajaan Allah serta kepemimpinan yang membawa amanat Kerajaan Allah. Seharusnya, konsep Tauhid Mulkiyah digunakan untuk menyadarkan kepada eksistensi Rububiyatullah, sehingga yang mutlak dan wajib adalah menerima dan menjalankan kepatuhan, keta’atan dan ketundukan serta kepasrahan hanya diberikan kepada Allah semata, sebagai konsekuensi keimanan terhadap Uluhiyah Allah dalam bentuk dan wujud kesadaran Tauhid al Ibadah dan bukan Tusyrik al Ibadah. Inilah kesalahan NII dalam menerjemahkan Tauhid Mulkiyyah.[2]
2. Meyakini --dan berusaha meyakinkan kepada jamaahnya, bahkan kepada kita semua-- tentang belum berakhirnya Nubuwwah, sekaligus mendakwakan diri sebagai pemilik derajat kenabian, serta menjadikan nama-nama nabi sebagai gelar atau pangkat (jenjang kepangkatan) di lingkungan mereka, yang semata-mata dilandasi oleh kepentingan serta seleranya sendiri.
3. Meyakini kerasulan itu tidak akan berakhir selama masih ada orang yang menyampaikan da’wah Islam kepada manusia. Kesimpulan mereka, bahwa setiap orang yang menyampaikan da’wah Islam pada hakikatnya adalah rasul Allah.
4. Menciptakan ajaran dan keyakinan tentang adanya otoritas nubuwwah pada diri dan kelompok mereka dalam menerima, memahami dan menjelaskan serta melaksanakan maupun dalam memperjuangkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul SAW hingga tegaknya syari’at dan kekhalifahan di muka bumi. Dengan menetapkan doktrin (redefinisi) tentang Al-Qur’an dan As-Sunnah secara serampangan serta menyesatkan, antara lain:
a. Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan kepada Muhammad SAW untuk menata dunia secara baik dan benar menurut yang dikehendaki dan ditetapkan Allah. Dengan demikian Al-Qur’an juga sebagai Undang-undang, hukum dan tuntunan yang harus diterima dan dilaksanakan manusia.[3] Namun dalam prakteknya bagaimana mereka mensikapi, memperlakukan ataupun memahami Al-Qur’an, maka itu terserah manusia, yakni bebas melakukan ta’wil maupun tafsir, baik ayat yang muhkam ataupun yang mutasyabihat.
b. Sedang As-Sunnah adalah perilaku Nabi Muhammad SAW dalam melaksanakan Al-Qur’an yang ternyata mengikuti millah (ajaran) dan tatacara pengabdian Nabi Ibrahim As. Selain itu Nabi Muhammad juga diyakini sebagai kader Nabi Isa bin Maryam yang dididik dan dibina oleh kaum Hawary yang notabene pengikut setia Nabi Isa As atau hasil transformasi ajaran Nabi Isa As.[4]
Kesimpulannya, Sunnah Nabi SAW itu adalah sunnah yang dijalankan para nabi dan rasul sejak dari Nabi Adam As hingga Nabi Isa As. Oleh karenanya orang beriman itu tidak boleh memisah-misahkan antara rasul yang satu dengan yang lain, dan beriman kepada Al-Qur’an yang benar itu adalah menerima seluruh ajaran yang ada dalam Al-Qur’an yang berlaku sejak Nabi Adam As hingga Nabi Muhammad SAW. Sehingga mengamalkan dan menegakkan Al-Qur’an itu adalah menegakkan sunnah para Rasul dan Nabi sejak Adam As hingga Muhammad SAW.
Berdasarkan pemahaman inilah Abu Toto mencanangkan prinsip toleransi dan perdamaian serta menyatakan adanya kebolehan dalam memahami –melakukan ta’wil dan tafsir— terhadap Al-Qur’an menurut kemampuan masing-masing orang, demikian pula kebolehan untuk men-ta’wili dan menafsiri ulang terhadap keseluruhan ayat Al-Qur’an yang berisikan berbagai perumpamaan dan kisah-kisah,[5] dengan catatan, sepanjang itu merupakan ajaran dan sunnah para nabi sejak Adam As hingga Muhammad SAW.
Maka kerancuan pun terjadi dalam menafsiri ayat-ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan kisah atau sejarah yang pernah terjadi pada masa para nabi sebelum Rasul SAW, seperti kisah Ash-habul Kahfi, menghadapi masa paceklik di masa Nabi Yusuf, dan periodesasi Makkah-Madinah yang dapat diterapkan kembali pada masa sekarang, sekalipun hal itu sangat inkonsisten dan sama sekali tanpa argumentasi. Hanya dengan pemahaman yang seperti itulah menurut Abu Toto AS (Abdus Salam) Panji Gumilang, perpecahan yang terjadi dalam kehidupan umat manusia bisa diatasi, tanpa harus bertentangan dan bertempur antara satu dengan lainnya. Sehingga potensi maupun energi yang dimiliki oleh setiap kelompok masyarakat atau bangsa bisa diorientasikan kepada pembangunan ekonomi dan kesejahteraan.
Menciptakan struktur (jenjang) kepangkatan dalam organisasi pergerakannya dengan menjadikan nama-nama nabi bahkan nama malaikat sebagai nama tingkat kedudukan (kepangkatan), serta meyakininya sebagai hal yang benar dan absah. Merusak keimanan dan aqidah (keikhlasan) para pengikutnya melalui pembusukan pada niat dan tujuan serta iming-iming pangkat maupun jabatan serta futuh (kemenangan) terhadap penguasa RI, dengan meyakinkan melalui doktrin, bahwa secara diam-diam sekitar 50% dari kekuatan TNI-Polri telah berpihak kepada NII sehingga pasti menang yang dalam istilah mereka merujuk kepada sebuah ayat yang berbunyi: “Nashrun minallahi wa fathun qariib.”
Kedhzaliman yang paling dahsyat yang dilancarkan oleh KW-9 baik masa kepemimpinan Haji Abdul Karim, Haji Ra’is maupun kepemimpinan Abu TOTO adalah menciptakan Syirik. Berdasarkan data-data yang telah tertuang di atas dari beberapa kesaksian dan laporan para mantan pengikut Abu Toto, maka syirik yang diciptakan NII KW-9 kurun 1984-5 s/d 2002 sekarang adalah menyusun sistematika tauhid secara serampangan, dengan membaginya kedalam 3 substansi Tauhid, di antaranya ialah: Tauhid Rububiyyah, Tauhid Mulkiyyah, Tauhid Uluhiyyah tanpa dasar disiplin ilmu sedikit pun (sangat liar). Antara lain:
1. Menjadikan Tauhid Mulkiyyah, sebagai alat, alasan, isu (tema) sentral untuk menjadikan politik (pencapaian kekuasaan/kedaulatan) sebagai panglima dari pemikiran, kesadaran dan gerakan. Sehingga menimbulkan kerancuan, dan berakhir pada ketidak-ikhlashan, keluar dan menyebal dari disiplin ilmu yang telah baku dan standar. Oleh komunitas NII Tauhid Mulkiyah dijadikan isu (tema) sentral yang menekankan mutlak-absolutnya menghadirkan dan memiliki keimanan akan wajibnya mencari dan menghadirkan Kerajaan Allah serta kepemimpinan yang membawa amanat Kerajaan Allah. Seharusnya, konsep Tauhid Mulkiyah digunakan untuk menyadarkan kepada eksistensi Rububiyatullah, sehingga yang mutlak dan wajib adalah menerima dan menjalankan kepatuhan, keta’atan dan ketundukan serta kepasrahan hanya diberikan kepada Allah semata, sebagai konsekuensi keimanan terhadap Uluhiyah Allah dalam bentuk dan wujud kesadaran Tauhid al Ibadah dan bukan Tusyrik al Ibadah. Inilah kesalahan NII dalam menerjemahkan Tauhid Mulkiyyah.[2]
2. Meyakini --dan berusaha meyakinkan kepada jamaahnya, bahkan kepada kita semua-- tentang belum berakhirnya Nubuwwah, sekaligus mendakwakan diri sebagai pemilik derajat kenabian, serta menjadikan nama-nama nabi sebagai gelar atau pangkat (jenjang kepangkatan) di lingkungan mereka, yang semata-mata dilandasi oleh kepentingan serta seleranya sendiri.
3. Meyakini kerasulan itu tidak akan berakhir selama masih ada orang yang menyampaikan da’wah Islam kepada manusia. Kesimpulan mereka, bahwa setiap orang yang menyampaikan da’wah Islam pada hakikatnya adalah rasul Allah.
4. Menciptakan ajaran dan keyakinan tentang adanya otoritas nubuwwah pada diri dan kelompok mereka dalam menerima, memahami dan menjelaskan serta melaksanakan maupun dalam memperjuangkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul SAW hingga tegaknya syari’at dan kekhalifahan di muka bumi. Dengan menetapkan doktrin (redefinisi) tentang Al-Qur’an dan As-Sunnah secara serampangan serta menyesatkan, antara lain:
a. Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan kepada Muhammad SAW untuk menata dunia secara baik dan benar menurut yang dikehendaki dan ditetapkan Allah. Dengan demikian Al-Qur’an juga sebagai Undang-undang, hukum dan tuntunan yang harus diterima dan dilaksanakan manusia.[3] Namun dalam prakteknya bagaimana mereka mensikapi, memperlakukan ataupun memahami Al-Qur’an, maka itu terserah manusia, yakni bebas melakukan ta’wil maupun tafsir, baik ayat yang muhkam ataupun yang mutasyabihat.
b. Sedang As-Sunnah adalah perilaku Nabi Muhammad SAW dalam melaksanakan Al-Qur’an yang ternyata mengikuti millah (ajaran) dan tatacara pengabdian Nabi Ibrahim As. Selain itu Nabi Muhammad juga diyakini sebagai kader Nabi Isa bin Maryam yang dididik dan dibina oleh kaum Hawary yang notabene pengikut setia Nabi Isa As atau hasil transformasi ajaran Nabi Isa As.[4]
Kesimpulannya, Sunnah Nabi SAW itu adalah sunnah yang dijalankan para nabi dan rasul sejak dari Nabi Adam As hingga Nabi Isa As. Oleh karenanya orang beriman itu tidak boleh memisah-misahkan antara rasul yang satu dengan yang lain, dan beriman kepada Al-Qur’an yang benar itu adalah menerima seluruh ajaran yang ada dalam Al-Qur’an yang berlaku sejak Nabi Adam As hingga Nabi Muhammad SAW. Sehingga mengamalkan dan menegakkan Al-Qur’an itu adalah menegakkan sunnah para Rasul dan Nabi sejak Adam As hingga Muhammad SAW.
Berdasarkan pemahaman inilah Abu Toto mencanangkan prinsip toleransi dan perdamaian serta menyatakan adanya kebolehan dalam memahami –melakukan ta’wil dan tafsir— terhadap Al-Qur’an menurut kemampuan masing-masing orang, demikian pula kebolehan untuk men-ta’wili dan menafsiri ulang terhadap keseluruhan ayat Al-Qur’an yang berisikan berbagai perumpamaan dan kisah-kisah,[5] dengan catatan, sepanjang itu merupakan ajaran dan sunnah para nabi sejak Adam As hingga Muhammad SAW.
Maka kerancuan pun terjadi dalam menafsiri ayat-ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan kisah atau sejarah yang pernah terjadi pada masa para nabi sebelum Rasul SAW, seperti kisah Ash-habul Kahfi, menghadapi masa paceklik di masa Nabi Yusuf, dan periodesasi Makkah-Madinah yang dapat diterapkan kembali pada masa sekarang, sekalipun hal itu sangat inkonsisten dan sama sekali tanpa argumentasi. Hanya dengan pemahaman yang seperti itulah menurut Abu Toto AS (Abdus Salam) Panji Gumilang, perpecahan yang terjadi dalam kehidupan umat manusia bisa diatasi, tanpa harus bertentangan dan bertempur antara satu dengan lainnya. Sehingga potensi maupun energi yang dimiliki oleh setiap kelompok masyarakat atau bangsa bisa diorientasikan kepada pembangunan ekonomi dan kesejahteraan.
Menciptakan struktur (jenjang) kepangkatan dalam organisasi pergerakannya dengan menjadikan nama-nama nabi bahkan nama malaikat sebagai nama tingkat kedudukan (kepangkatan), serta meyakininya sebagai hal yang benar dan absah. Merusak keimanan dan aqidah (keikhlasan) para pengikutnya melalui pembusukan pada niat dan tujuan serta iming-iming pangkat maupun jabatan serta futuh (kemenangan) terhadap penguasa RI, dengan meyakinkan melalui doktrin, bahwa secara diam-diam sekitar 50% dari kekuatan TNI-Polri telah berpihak kepada NII sehingga pasti menang yang dalam istilah mereka merujuk kepada sebuah ayat yang berbunyi: “Nashrun minallahi wa fathun qariib.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar