NII KW9 > Pilpres 2004 > Santri Al-Zaytun Siap Bersaksi

Setidaknya 60 orang mantan anggota Negara Islam Indonesia (NII) Komite Wilayah (KW) 9, menyatakan siap bersaksi untuk membongkar penyimpangan petinggi Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, pada Pemilihan Presiden (Pilpres), 5 Juli lalu.

Menurut mereka, penggelembungan suara yang terjadi saat pencoblosan suara, tidak lepas dari instruksi pemimpin besar NII KW 9, Syeh AS Panji Gumilang kepada umatnya baik di jajaran teritorial maupun fungsional di seluruh wilayah Indonesia.

“Mobilisasi suara ini memang disengaja oleh Panji Gumilang. Kepada semua umat, Panji Gumilang menginstruksikan untuk coblos di Al Zaytun. Karenanya tidak aneh kalau ada mobilisasi massa, khususnya dari Jakarta yang umatnya paling banyak,” ujar Bambang, mantan Bupati KW 9 kepada wartawan, di Mesjid Al Fajr, Jalan Cijagra, Sabtu (31/7).

Disampaikan Bambang yang hadir bersama 5 mantan anggota lainnya yakni Erik (mantan pengajar dan bupati), Yudiana (mantan lurah) serta Endi, Abdul Kodir dan Andri (mantan anggota biasa), selain mengintruksikan memilih di Al Zaytun, kepada umatnya, Panji Gumilang juga menginstruksikan memilih salah satu capres. Intruksi tersebut disampaikan melalui para gubernur, dilanjutkan kepada para bupati hingga lurah, sehari sebelum pencoblosan.

“Untuk itu tidak perlu intimidasi, cukup intruksi saja, karena jaringannya sudah kuat. Intruksi ini pasti dilaksanakan oleh umat, karena bila tidak mengikuti itu dosa. Karena bila tidak mengikuti perintah Allah Dzokhir (pemimpin umat) sama saja dengan tidak mengikuti perintah Allah batin (Allah SWT). Pemimpin adalah perwujudan Allah di muka bumi, jadi Panji tidak pernah salah,” terang Bambang yang tidak bersedia pernyataannya direkam dan wajahnya difoto demi keamanan diri dan teman-temannya.

“Kami ini dianggap pengkhianat karena telah keluar, dan darahnya halal. Tapi kalau nanti benar-benar bersaksi di pengadilan, kami siap direkam secara audio visual,” ujar Erik yang saat itu didampingi Ketua Forum Ulama Umat Islam (FUUI) KH Athian Ali Dai dan Sekjei FUUI Hedi Muhammad.

Sebagai anggota level bawah, terang Erik, dirinya bersama anggota lainya tidak pernah mengetahui adanya deal-deal politik yang dilakukan petinggi Al Zaytun dengan pihak luar seperti dari pemerintahan, TNI atau kekuatan Orde Baru. Namun sinyalemen keterlibatan pihak penguasa cukup jelas, dengan banyaknya pejabat dan mantan pejabat yang sowan ke Al Zaytun untuk memberikan sumbangan.

“Kita juga heran kenapa yang di level atas aman-aman saja, sedang kami dikejar-kejar aparat. Kita tidak pernah boleh bertanya ke level atas,” ujar Erik.Diantara pejabat dan mantan pejabat yang pernah datang, ujar Erik, yakni Soedharmono, Mantan Presiden BJ Habibie yang meresmikan Al Zaytun, Mantan Ketua DPR/MPR RI Harmoko, Ir Akbar Tandjung (Ketua DPP Golkar), Malik Fajar (Mendiknas), Agung Laksono, juga Mantan Presiden Soeharto yang namanya diabadikan dalam nama sebuah Gedung yakni Gedung Jenderal Besar Soeharto.
“Yang paling sering datang Hendropriyono. Dan satu-satunya Capres yang pernah datang saat kampanye cuma Wiranto,” papar Erik yang keluar dari Al Zaytun tahun 2002 lalu bersama 50-an pengajar lainnya dan sekitar 6.000 santri.

Pelanggaran Pilpres di Al Zaytun, tambah Bambang, selain adanya mobilisasi juga terjadi pencoblosan ganda dan pemilih di bawah umur. “Dari informasi santri yang masih di dalam, banyak santri yang coblos 5 sampai 10 kali, banyak juga santri yang bukan pemilih ikut milih. Semuanya wajib datang ke TPS, kertas suara juga banyak yang sudah bolong. Kalau belum bolong, dicoblos di salah satu capres. Kalau kertas suara belum habis, santri-santri ngeliling ke semua TPS,” papar Bambang.

Pada kesempatan sama, disampaikan KH Athian Ali Dai, pihaknya akan terus berupaya agar kasus Al Zaytun ini diungkap tuntas oleh aparat kepolisian. Dalam masalah ini, jelas Athian, pemimpin Al Zaytun jelas-jelas bermuka dua. Di satu sisi mereka hendak berontak dari NKRI tapi dalam waktu sama melakukan kerja sama, yang bisa menguntungkan kedua belah pihak. (mul)

Tidak ada komentar: